Playmistover.com – From Up On Poppy Hill memiliki judul utama ” Kokuriko-zaka Kara “. Di mana ini menjadi film drama animasi Jepang, yang sudah di sutradarai oleh Goro Muyazaki. Dan ceritanya dari Hayao Miyazaki bersama Keiko Niwa. Jalan ceritanya sudah berdasarkan sebuah seri manga pada tahun 1980 silam, dengan judul sama milik Chizuru Takahashi juga Tetsuro Sayama. Bagi kamu yang belum pernah menonton, berikut ada sinopsis yang bisa kamu ketahui dengan jelas!
Synopsis From Up On Poppy Hill
Umi Matsuzaki atau Meru, merupakan siswi SMA Isogo yang berusia 16 tahun. Meru pun tinggal di Coquelicot Manor, yakni sebuah rumah penginapan ke arah Pelabuhan Yokohama. Ia tidak sendirian, tapi tinggal bersama kedua adiknya, sang nenek, juga beberapa tamu tinggal di sana. Ayahnya yang bernama Yuichiro Swamura, di kenal sebagai Kapten Kapal Laut. Namun, sayangnya sang ayah sudah meninggal ketika ia masih kanak-kanak. Mengenai sang ibu, Tyoko, saat ini ada di Amerika Serikat untuk belajar kedokteran. Tiap pagi, Meru selalu saja mengibarkan satu set bendera sinyal demi menghormati sang ayah.
Sementara itu, Shun Kazama selaku siswa SMA Isogo sering kali melihat adanya sinyal dari laut. Ia sentiasa menaikkan bendera yang sama di kapal tandu ketika ia pergi ke sekolah bersama sang ayah yang melaut. Pada suatu hari, ketika berada di sekolah Meru pun membaca puisi mengenai pengibaran bendera sinyal di koran SMA Isogo. Di mana ia mengetahui bahwa penulisnya itu adalah Shun Kazama. Meru pun menemani sang adik yang bernama Sora, demi bisa memperoleh tanda tangan Shun di Latin Quarter. Yakni sebuah bangunan tua yang menampung klub sekolah SMA tersebut.
Sesampainya di sana, Meru juga mengetahui jika Shun ini telah menerbitkan koran sekolah bersamaan dengan Shiro Mizunuma. Siapa dia ? Yakni ketua Siswa SMA Isogo. Shun pun meminta Meru untuk membantunya dalam mengerjakan tulisan koran. Mereka pun setuju, tapi ia tak bisa berada di Latin Quarter terlalu sore. Sebab, harus mempersiapkan makan malam di tempat tinggalnya.
Sampai beberapa waktu kemudian, para murid mengadakan debat terbuka di Latin Quarter. Pada momen tersebut, Shun pun berusaha untuk meyakinkan ke seluruh murid untuk bisa merenovasi dan membersihkan tempat tersebut. Setelah melewati perdebatan, usulan dari Shun pun di setujui oleh para murid. Mereka melakukan kontribusi untuk membuat Latin tetap terlihat rapih juga bersih. Tentu saja tujuannya agar tidak di runtuhkan oleh para dewan sekolah. Nah, ketika sedang membersihkan gedung tua ini. Baik Meru ataupun Shun, keduanya sudah mempunyai perasaan satu sama lain .
Review : Peristiwa Perang Membentuk 2 Karakter Utama Ceritanya
Filmnya sendiri, mampu mewujudkan momen-momen dari era kebangkitan Jepang pasca perang dalam gaya cerita penuh warna nan memukau. Selama periode tahun 1960 silam, Jepang telah di hidupkan kembali. Dan juga, telah di revitalisasi untuk menuju ke dalam sebuah perubahan yang mana jauh lebih modern. Secara latar belakang, filmnya juga telah mencoba memperlihatkan hal tersebut dengan visual perkotaan dengan lebih berkembang di tahun tersebut.
Sementara itu, dua karakter utamanya yang bernama : Umi Marsuzaki atau Meru ( Masami Gasawa ) & Shun Kazama ( Junichi Okada ). Menemukan diri mereka sudah berada di dalam momen transisi Jepang. Perjalanan karakter mereka sudah terbentuk dengan latar belakang perang. Yang mana membuat keduanya justru memiliki nasib serupa.
Meru beserta Shun, keduanya sama-sama kehilangan ayah di saat perang Korea. Kebetulan juga, kedua ayahnya adalah sahabat terbaik yang sedang bertugas di lautan. Bagaikan sebuah takdir yang tak bisa di hindarkan, Meru serta Shun pun bertemu di usia remaja. Pertemuan ini ada dalam momen romansa yang cukup rumit di awalnya, tapi tetap berakhir indah.
Karakter dari Meru pun, di kenal sebagai gadis muda penuh tanggung jawab untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Meru merupakan generasi remaja Jepang di tahun 1960 silam yang sentiasa cinta pada tradisi. Juga menghormati adanya berbagai nilai kesopanan. Di lain sisi, Shun pun dari remaja sudah menjadi seorang revolusioner dengan cara menerbitkan tulisan-tulisannya di kora SMA Isogo. Ia juga menentang pikiran kolot ketika dewan sekolah ingin menghancurkan gedung tia di Latin Quarter. Di sana telah berisikan klub filsafat, klub fotografi, ilmiah, sampai klub koran sekolah yang di kelolanya.